Selasa, 25 September 2012

25 September 2012

Kalian tau gak gimana rasanya kehilangan cita-cita ? Kalau enggak lewat tulisan ini gue akan coba untuk memberitahu kalian bagaimana rasanya. Gue baru aja ngerasain hal itu. Gue baru lulus SMA dan ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Gue emang bukan anak yang rajin di sekolah. Gue di pandangan guru-guru mungkin anak di bawah rata-rata tapi itu bukan berarti gue bego (ini bukan sok). Semua hal terjadi pasti ada alesannya kan. Tapi di sini gue gak akan menjelaskan alesan itu. Walaupun di sekolah gue bukan salah satu anak yang prestasinya menonjol bahkan tergolong dalam anak yang gak peduli dengan pelajaran tapi gue tetep punya cita-cita seperti anak-anak yang lain. Tapi memang selama gue sekolah gue gak selalu malu untuk mengungkapkan cita-cita gue ke semua orang, karena gue gak mau mereka merendahkan gue nantinya, mereka pasti akan bilang "mimpi banget lu". Karena itulah gue menyimpan cita-cita itu hanya kepada beberapa orang saja. Okay cita-cita gue simpel banget untuk saat itu, gue cuma pengen masuk ke salah satu perguruan tinggi kedinasan di negara ini. Mungkin gue gak perlu sebut namanya kali ya. Dari awal gue kelas 3, gue kan emang gak pernah terlalu mikirin mau kemana pendidikan gue setelah lulus SMA ini. Hingga akhirnya gue jatuh cinta ma ptk yang satu ini. Gue bener-bener pengen menjadi salah satu mahasiswanya. Untuk bisa masuk PTK ini, nilai bahasa inggris harus di atas 7, dan di saat UN gue bener-bener memfokuskan untuk mencapai nilai itu. Ya cuma di pelajaran bahasa Inggris doang gue bekerja keras yang pelajaran lainnya lu tau lah bagaimana gue menjawabnya hahaha.

Setelah UN berakhir, gue memutuskan untuk memperdalam ilmu gue supaya gue bisa masuk PTK itu. Gue jauh-jauh pergi ke Jakarta hanya untuk mengikuti bimbel. Di saat gue memutuskan itu, gue gak peduli betapa ganasnya Jakarta apalagi untuk seorang gadis rumahan seperti gue. Keluar kota yang masih satu pula aja gue gak pernah eh malah keluar pulau sendiri. Gue bener-bener semangat banget, gue gak mikirin apapun. Gue cuma pengen cita-cita gue tercapai. Walaupun orang tua dengan berat melepas gue tapi doa mereka selalu mengiringi setiap langkah gue.
Ini untuk pertama kalinya gue bener-bener berjuang untuk sesuatu. Gue yang selama beberapa tahun ini sangat jarang belajar akhirnya di sana berubah. Gue bener-bener belajar di sana. Dan bahkan beberapa temen gue menganggap kalau gue pinter padahal seandainya mereka tau bagaimana kehidupan SMA gue.

Okay singkat cerita, setelah lama gue di Jakarta dan mengikuti bimbingan belajar untuk PTK itu, berita pendaftarannya belum juga di umumkan. Semangat gue semakin mengendur, hingga suatu hari gue harus menerima kenyataan yang sangat mengecewakan gue, sangat membuat gue 'jatuh'. Hidup gue berasa berenti saat itu. PTK itu ternyata gak di buka untuk tahun ini. Mungkin kata 'sakit banget' gak bisa buat mendeskripsikan gimana perasaan gue saat itu. Gue gak tau ternyata kehilangan cita-cita itu rasanya seperti itu. Gue shock. Gue gak nyangka. Gue kesel, kecewa. Gue ngerasa semua perjuangan gue, semua pengorbanan gue itu sia-sia. Terlebih lagi kalau gue inget kedua orang tua gue.

Dan yang lebih menyakitkan lagi, gue gagal sebelum gue mencoba. Gue mati di saat gue berjalan menuju peperangan yang bahkan batal terjadi.

Senin, 23 Juli 2012

24 Juli 2012

Aku memiliki sebuah cerita. Sebuah cerita masa lalu yang mungkin gak layak untuk dibuka lagi ceritanya. Namun tak apalah. Aku hanya ingin berbagi.

Cerita ini berawal ketika aku masuk SMP. Saat itu aku bertemu dengan seorang teman perempuan pada saat MOS. Aku satu kelas dengannya. Awal pertemuan kami menyisakan kesan gak enak. Aku ngerasa dia itu orang yang sok. Satu semester berlalu. Aku mulai dekat dengan dia. Awal semester 2 aku dan dia memutuskan untuk duduk sebangku. Semakin hari aku semakin dekat dengannya. Kami mulai saling mengenal satu sama lain. Kami mulai sering bermain bersama. Belajar bersama. Hari hari kami lalui bersama layaknya seorang teman dekat.

Saat menginjak kelas 2 aku mulai menemukan teman-teman baru dan mulai dekat dengan mereka. Aku mulai melupakan dia. Aku mulai jarang bersamanya. Dia juga memiliki teman baru. Kami memang masih satu kelas dan masih sebangku juga. Namun itu hanya sebatas itu saja. Menaiki kelas 3 semester akhir, pertemanan kami semakin memburuk. Aku mulai menjauhinya. Entah apa yang terjadi pada diriku. Saat kelas 3 kami menempati kelas yang sama dan menjadi teman sebangku. Pertemanan kami benar-benar buruk di akhir masa putih biru itu.

Dia memutuskan untuk meneruskan sekolahnya di luar kota. Aku gak peduli pas tau keputusnya itu. Hingga suatu hari, inbox-ku diisi oleh sms dari nomer tak dikenal yang ternyata dari dia. Aku lupa gimana persisnya isi sms itu. Tapi yang masih aku inget, dia bilang kalau dia kecewa dengan sikap aku sama dia. Dia pikir kami akan bisa bersahabat untuk selamanya. Dia menganggap kalau aku dan dia memiliki pemikiran yang sama. Dan di sms itu juga dia meminta maaf padaku. Dia juga mengatakan kalau dia akan pergi dan gak akan gangguin aku lagi. Dia bilang aku mungkin udah gak butuh dia lagi dan gak mau jadi sahabatnya lagi. Waktu pertama kali baca sms itu, aku belum tau kalau itu dia. Karena saat itu aku juga sedang ada masalah dengan seseorang. Dan saat aku tau kalo dia yang mengirimi sms itu, aku mulai merasa sedih. Aku memikirkan semua yang telah aku lakukan padanya. Aku merasa sangat bersalah. Dulu saat aku lagi ada masalah dengan teman baruku, dia yang pertama kali datang mengulurkan tangannya dan menemaniku. Dia yang ada bersamaku disaat aku menangis. Aku mengingat semua yang telah kami lakukan bersama. Aku menangis. Aku minta maaf ma dia dan aku minta dia untuk tetep jadi sahabat aku. Aku benar-benar merasa bersalah saat itu dan jujur saja sampai saat ini rasa itu masih ada.

Saat ini aku masih menjalin persahabatan dengannya. Namun entah kenapa saat ini aku mulai merasakan kejenuhan menjadi sahabatnya. Aku merasa dia bukanlah sahabat sesungguhnya yang Tuhan berikan kepadaku. Aku merasa akan ada orang lain yang akan menjadi sahabatku. Aku berusaha untuk melawan pemikiran itu. Aku mencoba untuk melawan rasa ini. Aku gak mau ngecewain dia untuk kedua kalinya. Enggak.

Minggu, 22 Juli 2012

23 Juli 2012

Keluarga dan masa depan adalah dua hal yang berhubungan satu sama lain. Banyak anak yang mengejar masa depan mereka hanya demi orang tua mereka. Bahkan ada beberapa anak yang menyerahkan masa depan mereka kepada orang tua mereka. Entah itu dalam hal karir maupun pasangan hidup. Aku kadang tak mengerti bagaimana bisa mereka menyerahkan kehidupan yang akan mereka jalani kepada orang selain dirinya sendiri walaupun itu adalah orang tua mereka. Mereka rela menjalani perkuliahan atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan hatinya. Begitu pula dengan mereka yang menjalani sisa hidup mereka dengan seseorang yang tidak mereka cintai hanya karena alasan ingin membalas budi kepada orang tua. Mungkin aku tak akan pernah bisa mengerti mengapa semua itu bisa terjadi hingga aku merasakan sendiri berada di dalam kondisi seperti itu. Namun aku tak pernah berharap untuk berada dalam kondisi itu.

Aku beruntung karena orang tuaku bukanlah tipe orang tua yang seperti itu. Mereka selalu memberikanku kesempatan untuk memilih jalan hidupku sendiri. Mungkin karena sifat keras kepalaku ini yang membuat mereka enggan berdebat denganku. Mereka membebaskanku untuk mengambil jalanku sendiri namun bukan berarti mereka melepas tanggung jawab begitu saja. Di samping semua keputusanku itu, ibarat berada di dalam sebuah kantor atau kerajaan, orang tuaku adalah tim penasehat. Setiap pertimbangan yang aku cetuskan selalu mendapat komentar dari mereka. Orang tuaku selalu memberikan wejangan tentang semua apa yang ingin aku lakukan. Sekiranya mereka menganggap hal itu tidak baik untukku, mereka pasti akan mengatakannya dan mengajakku mencari jalan keluarnya.

Aku senang memiliki orang tua seperti mereka. Aku bisa menjadi lebih bebas untuk memilih masa depan mana yang ingin aku jalani di masa mendatang. Mereka berjanji akan selalu berada di belakangku, menemaniku dengan doa di setiap langkah, akan selalu bersedia membantu di saat aku terjatuh. Aku yakin mereka akan selalu ada bersamaku.

Ketika dulu aku memutuskan untuk mengejar masa depan yang sedang aku usahakan ini, mereka memberikan banyak hal kepadaku. Mereka memberikan kepercayaan padaku, memberikan dorongan moril dan materil. Mereka selalu ada untukku. Di saat aku lelah atau jenuh dalam perjalanan ini mereka selalu mengingatkanku untuk selalu maju. Mereka selalu bisa mengbangkitkan semangatku untuk terus berjuang di 'medan perang' ini. Mungkin mereka gak sadar seberapa besar kekuatan suara, kata-kata, dan kalimat yang mengalir dari mulut mereka.

Mungkin dulu aku sering mengabaikan semua yang mereka katakan namun sekarang aku baru menyadari betapa luar biasa kedua orang tuaku. Mereka adalah manusia terhebat di dunia ini.

Jumat, 06 Juli 2012

6 Juli 2012

Aku memasuki babak baru dalam kehidupanku saat ini. Aku telah berubah jauh dari sebelumnya. Semoga perubahan ini adalah perubahan yang baik. Aku sangat merasakan perubahan dalam diriku ini. Kehidupan yang penuh dengan liku-liku dan berbagai macam masalah mengajarkanku untuk bisa lebih dan menjalani semuanya dengan cara yang sebelumnya aku tidak mengerti.

Kehidupan masa kecilku yang sangat menyenangkan dan sangat jauh dari masalah dan segala kerumitan dalam hidup, sudah lama meninggalkanku. Aku telah memasuki masa awal dalam kehidupanku yang sebenarnya. Kehidupan orang dewasa. Aku tau saat ini aku masih berada di ambang pintu kehidupan yang sebenarnya. Aku masih jauh dari pintu kehidupan, aku harus melewati beberapa jalan untuk bisa menggapainya. Dan aku pun tau untuk mencapainya akan butuh pengorbanan. Pengorbanan yang harus bisa aku lewati. Aku tidak perlu merasa takut akan semua hal itu. Selama masih ada Allah, kedua orangtuaku, dan keluargaku, aku yakin aku akan bisa melewatinya.

Kehidupanku saat ini terasa jauh lebih menyenangkan daripada di masa lalu. Namun aku tidak menyesali masa lalu itu. Karena tanpa masa lalu aku tidak akan pernah berada di masa kehidupan yang sekarang ini. Begitu banyak hal yang masa lalu ajarkan padaku. Dan tak ada yang perlu aku sesali dari masa itu.

Dan, inilah hidupku yang sekarang. Bagian yang akan menentukan masa depanku.

Minggu, 22 April 2012

Ayah~

Dear ayah,
Aku tak tau harus menuliskan ini darimana, begitu banyak hal yang ingin kuungkapkan kepadamu namun bibir ini tak pernah bisa menyampaikannya kepadamu. Melalui tulisan yang mungkin takkan pernah kau baca ini lah aku akan mengungkapkan sedikit dari apa yang ingin kusampaikan kepadamu.

Ayah, aku adalah gadis kecilmu yang kini telah beranjak dewasa. Aku lah gadis kecil yang dulu kau timang. Aku lah gadis kecilmu, ayah. Aku telah beranjak dewasa kini. Aku bukan gadis kecil lagi. Kau sudah tak akan sanggup untuk menimangku lagi, aku terlalu besar untuk hal itu.

Ayah, aku yakin kau pasti masih ingat dulu di saatku tertidur di ruang tv, engkau selalu menggendongku untuk kembali ke kamar tidurku. Bahkan di saat badanku sudah mulai membesar kau masih tetap melakukaknnya. Aku merindukan saat berada di dalam gendonganmu. Namun, aku sadar kalau itu takkan pernah terjadi lagi.


Ayah, aku sudah beranjak dewasa kini. Dulu di saat aku memasuki usia remaja, aku mulai menjauh darimu. Aku sibuk dengan teman-temanku. Aku mulai malu untuk dekat denganmu. Aku minta maaf. Aku tidak pernah berniat untuk melakukan hal itu. Aku benar-benar minta maaf.

Ayah, di saat usiaku semakin remaja, aku mengenal yang namanya cinta. Aku semakin jauh darimu, namun kau malah semakin mencoba mendekat padaku. Apakah kau tidak mau kehilanganku sehingga kau melakukan itu ? Apakah kau tak ingin cintaku terkuras habis untuk kekasihku sehingga tak ada sedikitpun cinta yang tersisa untukmu ?

Ayah, aku ingat di saat aku merasakan patah hati, kau ada untukku. Walaupun kau tak secara langsung membelaiku dan menghapus air mataku, namun aku yakin kau telah melakukannya dengan hatimu.

Ayah, saat aku merasakan sakit, aku tau kau juga merasakan itu. Di saat aku bahagia, engkau pun pasti merasakan kebahagiaan itu walaupun terkadang kau membenci hal yang membuat kubahagia namun kau tetap ikut berbahagia untukku.

Ayah, apakah engkau tau betapa bangganya aku memiliki ayah sepertimu ?
Aku mungkin takkan pernah bisa mengatakan ini kepadamu secara langsung, namun aku hanya ingin menitipkan pesan ini kepada Tuhan, semoga engkau bisa merasakan apa yang aku rasakan.
Semoga engkau tau bahwa aku sangat mencintaimu..

Rabu, 11 April 2012

Ketika Cinta Mendekat

Ketika cinta itu mulai datang mengetuk pintu hatiku, ada perasaan takut yang kurasakan. Aku merasa takut untuk membiarkannya masuk ke dalam hatiku. Aku tak ingin bila nanti aku telah mempersilakannya masuk, dia akan menghancurkan semua yang ada di sana. Menghancurkan hatiku yang telah dengan susah payah aku tata kembali. Aku tak ingin merasakan sakit kembali.

Dulu aku pernah bilang kalau aku enggak mau jatuh cinta lagi sampai saatnya bener-bener tiba. Saat ini aku merasanya waktunya masih sangat belum tepat. Aku merasa masih sangat belum siap untuk mempersilakan seseorang memasuki hatiku kembali. Masih banyak hal yang harus kutata di dalam sana. Aku ingin jika suatu hari nanti akan ada seseorang yang mengetuk pintu hatiku, aku akan mempersilakannya masuk ke dalam hati yang sangat indah agar dia tak ingin keluar lagi bahkan untuk menengok melalui jendala pun tidak.
Aku ingin jika kelak akan ada orang yang mengetuk pintu hatiku, dia akan tetap berada di sana selamanya. Menghadapi hidup ini selalu bersama dengan diriku. Aku ingin dia menjadi yang terakhir dan selamanya. Aku ingin hanya maut Tuhan lah yang akan memisahkanku kelak dengannya.

Salahkah bila aku menginginkan hal itu ? Apakah keinginanku itu terlalu tinggi untuk bisa kugapai ?

Minggu, 01 April 2012

Weird Story Part 2

Setelah pengamen itu pergi, datang lah seorang lelaki bertubuh kekar dengan tangan yang dia sembunyikan di punggungnya.
"Buset, ada apaan neh ? Kabur nyok. Daripada bonyok ntar kita di sini." kata Shella sambil berdiri, bersiap-siap untuk pergi.
Laki-laki kekar itu semakin dekat dengan mereka. Keempat gadis itu bertambah ketakutan.
"Waah, jangan-jangan yang dia sembunyiin d belakang punggungnya itu piso, kapak, ato entah apa lah.  Yang pasti itu barang yang berbahaya." kata Dini.
"Huaaaa, Kaburrrrrr !!!!" teriak Nanda.
Saat laki-laki kekar itu sudah sampai di tempat mereka. Nanda, Shella, dan Dini langsung berlari meninggalkan Andira yang sedang asyik dengan minumannya.
Laki-laki itu memegang pundak Andira. 
"Apaan sih ? Gue lagi asik ne" balas Andira tanpa berpaling dari minumannya.
"Andira. Andira !" teriak Nanda.
"Apaan sih ?" kata Andira sambil mengangkat pandangannya dari minuman. Betapa kagetnya Andira saat melihat siapa yang memegang pundaknya itu. Andira berusaha sekuat tenaga untuk bisa terlepas dari jeratan laki-laki kekar itu. Namun apa daya. Laki-laki itu jauh lebih kuat darinya.
"Mas, ampun. Jangan apa-apain saya. Orang tua saya gak punya uang buat bayarin biaya rumah sakit, Kasihani saya, Mas. Tolong jangan di apa-apaan ya. Ini deh ambil, Mas. Ambil minuman saya. Gak apa-apa deh" kata Andira sambil menyodorkan minumannya yang hanya tertinggal 1/3 gelas. "Saya ikhlas, Mas. Beneran deh. Yang penting saya gak di apa-apain."

"Iya, Mas. Ambil aja itu minumannya. Gak apa-apa kok. D makan ama gelas-gelasnya juga gak apa-apa. Kalo mau nambah lagi juga gak apa-apa kok mas. Yang penting temen kita gak di apa-apain. Iya kan , guys ?" kata Shella dengan suara yang keras.
"Iya bener, Mas. Nambah aja. Gak apa-apa kok. Asal bayar sendiri" kata Dini dengan suara yang pelan.

Laki-laki itu masih saja memegangin pundak Andira. Andira yang pundaknya di pegang laki-laki itu sudah sangat ketakutan. Keringat dingin mulai membasahi badannya. Andira memejamkan matanya. Mulutnya komat-kamit. Entah dia sedang berdoa atau sedang bernyanyi.

Laki-laki kekar itu membuka mulutnya, "Aduh mbak mbak ini. Kalian berlebihan deh. Eke ke sini kan cuma buat ngamen doang. Neh" dia menunjukan seperangkat alat mengamennya. "Apa eke segitu menyeramkannya sampai  ye ye kabur pas eke dateng" ucap laki-laki itu dengan tampang sedih.

Andira yang dari tadi terpejam langsung membuka matanya. Dia melongo memandangi laki-laki kekar itu. Sedangkan ketiga sahabatnya yang berada beberapa meter darinya hanya bisa tertawa terbahak-bahak mendengar laki-laki itu. Mereka pun mulai mendekat ke meja tempat Andira dan laki-laki itu berada.
"Mas, bukannya gitu. Jangan salah paham dong. Mas gak menyeramkan kok. Beneran deh. Tapi cuma horor doang. Jadinya kita kabur deh." kata Shella.
"Horor ma menyeramkan apa bedanya ?" Laki-laki itu mulai menangis.
"Ya ampun, Mas, eh , Mbak. Aduh manggilnya apa sih." kata Dini.
"Nah kan, kalian manggil aku aja gak tau mau pakai panggilan apaan. Aku emang menyedihkan." tangis laki-laki itu semakin menjadi.
"Yaah lo berdua. Dia jadi nangis kan sekarang. Ribet deh jadinya." kata Nanda.
"Huaaaaaaa. Kalian semua jahat. Kalian gak ada yang bisa ngertiin aku. Kalian jahat." kata laki-laki itu. Dia kemudian berlari menjauhi keempat gadis itu.

"Buaahhahaahhaaa." Andira yang sedari tadi terbengong tertawa terbahak-bahak. Mengagetkan sahabat-sahabatnya yang masih tersihir oleh kelakuan laki-laki kekar itu.
"Ooh Tuhan. Ini jaman apaan sih. Kenapa semua orang aneh banget hari ini ?" kata Shella setelah tersadar dari hipnotis laki-laki kekar itu.
"Ho-oh. Jaman edan emang. Ckck" sambung Dini.
"Yaudahla, lama-lama di sini gue bisa jadi gila. Pulang yuk." ajak Nanda.
"Iya aja deh. Yuk" sambung Andira.



To be Continue~