Senin, 23 Juli 2012

24 Juli 2012

Aku memiliki sebuah cerita. Sebuah cerita masa lalu yang mungkin gak layak untuk dibuka lagi ceritanya. Namun tak apalah. Aku hanya ingin berbagi.

Cerita ini berawal ketika aku masuk SMP. Saat itu aku bertemu dengan seorang teman perempuan pada saat MOS. Aku satu kelas dengannya. Awal pertemuan kami menyisakan kesan gak enak. Aku ngerasa dia itu orang yang sok. Satu semester berlalu. Aku mulai dekat dengan dia. Awal semester 2 aku dan dia memutuskan untuk duduk sebangku. Semakin hari aku semakin dekat dengannya. Kami mulai saling mengenal satu sama lain. Kami mulai sering bermain bersama. Belajar bersama. Hari hari kami lalui bersama layaknya seorang teman dekat.

Saat menginjak kelas 2 aku mulai menemukan teman-teman baru dan mulai dekat dengan mereka. Aku mulai melupakan dia. Aku mulai jarang bersamanya. Dia juga memiliki teman baru. Kami memang masih satu kelas dan masih sebangku juga. Namun itu hanya sebatas itu saja. Menaiki kelas 3 semester akhir, pertemanan kami semakin memburuk. Aku mulai menjauhinya. Entah apa yang terjadi pada diriku. Saat kelas 3 kami menempati kelas yang sama dan menjadi teman sebangku. Pertemanan kami benar-benar buruk di akhir masa putih biru itu.

Dia memutuskan untuk meneruskan sekolahnya di luar kota. Aku gak peduli pas tau keputusnya itu. Hingga suatu hari, inbox-ku diisi oleh sms dari nomer tak dikenal yang ternyata dari dia. Aku lupa gimana persisnya isi sms itu. Tapi yang masih aku inget, dia bilang kalau dia kecewa dengan sikap aku sama dia. Dia pikir kami akan bisa bersahabat untuk selamanya. Dia menganggap kalau aku dan dia memiliki pemikiran yang sama. Dan di sms itu juga dia meminta maaf padaku. Dia juga mengatakan kalau dia akan pergi dan gak akan gangguin aku lagi. Dia bilang aku mungkin udah gak butuh dia lagi dan gak mau jadi sahabatnya lagi. Waktu pertama kali baca sms itu, aku belum tau kalau itu dia. Karena saat itu aku juga sedang ada masalah dengan seseorang. Dan saat aku tau kalo dia yang mengirimi sms itu, aku mulai merasa sedih. Aku memikirkan semua yang telah aku lakukan padanya. Aku merasa sangat bersalah. Dulu saat aku lagi ada masalah dengan teman baruku, dia yang pertama kali datang mengulurkan tangannya dan menemaniku. Dia yang ada bersamaku disaat aku menangis. Aku mengingat semua yang telah kami lakukan bersama. Aku menangis. Aku minta maaf ma dia dan aku minta dia untuk tetep jadi sahabat aku. Aku benar-benar merasa bersalah saat itu dan jujur saja sampai saat ini rasa itu masih ada.

Saat ini aku masih menjalin persahabatan dengannya. Namun entah kenapa saat ini aku mulai merasakan kejenuhan menjadi sahabatnya. Aku merasa dia bukanlah sahabat sesungguhnya yang Tuhan berikan kepadaku. Aku merasa akan ada orang lain yang akan menjadi sahabatku. Aku berusaha untuk melawan pemikiran itu. Aku mencoba untuk melawan rasa ini. Aku gak mau ngecewain dia untuk kedua kalinya. Enggak.

Minggu, 22 Juli 2012

23 Juli 2012

Keluarga dan masa depan adalah dua hal yang berhubungan satu sama lain. Banyak anak yang mengejar masa depan mereka hanya demi orang tua mereka. Bahkan ada beberapa anak yang menyerahkan masa depan mereka kepada orang tua mereka. Entah itu dalam hal karir maupun pasangan hidup. Aku kadang tak mengerti bagaimana bisa mereka menyerahkan kehidupan yang akan mereka jalani kepada orang selain dirinya sendiri walaupun itu adalah orang tua mereka. Mereka rela menjalani perkuliahan atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan hatinya. Begitu pula dengan mereka yang menjalani sisa hidup mereka dengan seseorang yang tidak mereka cintai hanya karena alasan ingin membalas budi kepada orang tua. Mungkin aku tak akan pernah bisa mengerti mengapa semua itu bisa terjadi hingga aku merasakan sendiri berada di dalam kondisi seperti itu. Namun aku tak pernah berharap untuk berada dalam kondisi itu.

Aku beruntung karena orang tuaku bukanlah tipe orang tua yang seperti itu. Mereka selalu memberikanku kesempatan untuk memilih jalan hidupku sendiri. Mungkin karena sifat keras kepalaku ini yang membuat mereka enggan berdebat denganku. Mereka membebaskanku untuk mengambil jalanku sendiri namun bukan berarti mereka melepas tanggung jawab begitu saja. Di samping semua keputusanku itu, ibarat berada di dalam sebuah kantor atau kerajaan, orang tuaku adalah tim penasehat. Setiap pertimbangan yang aku cetuskan selalu mendapat komentar dari mereka. Orang tuaku selalu memberikan wejangan tentang semua apa yang ingin aku lakukan. Sekiranya mereka menganggap hal itu tidak baik untukku, mereka pasti akan mengatakannya dan mengajakku mencari jalan keluarnya.

Aku senang memiliki orang tua seperti mereka. Aku bisa menjadi lebih bebas untuk memilih masa depan mana yang ingin aku jalani di masa mendatang. Mereka berjanji akan selalu berada di belakangku, menemaniku dengan doa di setiap langkah, akan selalu bersedia membantu di saat aku terjatuh. Aku yakin mereka akan selalu ada bersamaku.

Ketika dulu aku memutuskan untuk mengejar masa depan yang sedang aku usahakan ini, mereka memberikan banyak hal kepadaku. Mereka memberikan kepercayaan padaku, memberikan dorongan moril dan materil. Mereka selalu ada untukku. Di saat aku lelah atau jenuh dalam perjalanan ini mereka selalu mengingatkanku untuk selalu maju. Mereka selalu bisa mengbangkitkan semangatku untuk terus berjuang di 'medan perang' ini. Mungkin mereka gak sadar seberapa besar kekuatan suara, kata-kata, dan kalimat yang mengalir dari mulut mereka.

Mungkin dulu aku sering mengabaikan semua yang mereka katakan namun sekarang aku baru menyadari betapa luar biasa kedua orang tuaku. Mereka adalah manusia terhebat di dunia ini.

Jumat, 06 Juli 2012

6 Juli 2012

Aku memasuki babak baru dalam kehidupanku saat ini. Aku telah berubah jauh dari sebelumnya. Semoga perubahan ini adalah perubahan yang baik. Aku sangat merasakan perubahan dalam diriku ini. Kehidupan yang penuh dengan liku-liku dan berbagai macam masalah mengajarkanku untuk bisa lebih dan menjalani semuanya dengan cara yang sebelumnya aku tidak mengerti.

Kehidupan masa kecilku yang sangat menyenangkan dan sangat jauh dari masalah dan segala kerumitan dalam hidup, sudah lama meninggalkanku. Aku telah memasuki masa awal dalam kehidupanku yang sebenarnya. Kehidupan orang dewasa. Aku tau saat ini aku masih berada di ambang pintu kehidupan yang sebenarnya. Aku masih jauh dari pintu kehidupan, aku harus melewati beberapa jalan untuk bisa menggapainya. Dan aku pun tau untuk mencapainya akan butuh pengorbanan. Pengorbanan yang harus bisa aku lewati. Aku tidak perlu merasa takut akan semua hal itu. Selama masih ada Allah, kedua orangtuaku, dan keluargaku, aku yakin aku akan bisa melewatinya.

Kehidupanku saat ini terasa jauh lebih menyenangkan daripada di masa lalu. Namun aku tidak menyesali masa lalu itu. Karena tanpa masa lalu aku tidak akan pernah berada di masa kehidupan yang sekarang ini. Begitu banyak hal yang masa lalu ajarkan padaku. Dan tak ada yang perlu aku sesali dari masa itu.

Dan, inilah hidupku yang sekarang. Bagian yang akan menentukan masa depanku.